PENDIDIKAN ERA �MEA�
Muhammad Basrowi
Doktor Sosiologi, Pengarang Buku Sosiologi Pendidikan
Dosen STIE Banten
Selama ini, teori yang berkembang mengatakan bahwa kualitas tenaga kerja sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan, kompetensi, keterampilan, pengalaman, motivasi, kepercayaan diri, pengharapan akan keberhasilan, minat, penilaian terhadap diri sendiri, kesiapan diri untuk bersaing,leadership, soft skill, kemampuan bahasa, inisiatif, dedikasi, dan faktor internal lainnya. Penguatan faktor internal diyakini sangat menentukan kemampuan sumber daya manusia. Banyaknya sumber daya manusia yang tidak mempunyai kelebihan di bidang internal diri, membuat para pesaing menjadi lebih terbuka untuk memenangkan persaingan.
Dengan kata lain, faktor internal menjadi salah satu faktor penentu bagi upaya memenangkan persaingan tingkat Asean. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dapat dipandang sebagai peluang tetapi sekaligus tantangan. MEA menjadi peluang karena tujuan MEA adalah mewujudkan kawasan ekonomi Asean yang stabil, makmur dan memiliki daya saing tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas, arus lalu lintas modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi yang merata serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi.
MEA menjadi peluang, manakala SDM Indonesia mampu mempersiapkan diri bersaing dengan SDM dari luar yang akan membanjiri pasar tenaga kerja di Indonesia. Sebaliknya, tenaga kerja Indonesia yang berkualitas juga akan mampu bersaing di Negara-negara kawasan Asean dengan menyingkirkan tenaga kerja dari negera tempat ia bekerja dan SDM dari Negara lain yang sama-sama meramaikan persaingan pasar tenaga kerja.
MEA menjadi tantangan karena setiap SDM yang hendak bersaing di pasar tenaga kerja harus berhadapan langsung dengan para pesaing dari berbagai Negara di Asean. SDM dari Negara Asean lainnya yang hendak masuk di Negara Indonesia tentu mempunyai kesiapan bersaing, kemampuan bahasa, kompetensi, daya juang, ketahanmalangan, dan kemampuan lainnya yang lebih siap dan lebih baik. oleh karena itu, ketika SDM Indonesia tidak mampu bersaing dengan SDM asing, tentu SDM Indonesia hanya akan menempati posisi bawah yang sifatnya tidak penting, bergaji rendah, tidak berkontribusi dalam pembuatan keputusan, dan tentunya pada posisi tidak terhormat. Dalam istilah bertamu, tenaga kerja yang tidak kompetensi, akan masuk dari dapur, dan selamanya akan di dapur, tidak berpeluang atau kecil sekali mempunyai peluang untuk maju ke ruang utama atau ruang tamu. Posisi mereka selalu di belakang, pada tempat-tempat yang tidak strategis, hanya sebagai pembantu, hasil karyanya tidak dihargai sebagai hal yang penting.
Dalam persaingan era MEA, penguasaan bahasa Inggris menjadi kunci. Tetapi, ketika bahasa Inggris diposisikan sebagai bahasa asing, maka keberadaan bahasa itu di Negara Indonesia akan tetap terpinggirkan dibadingkan bahasa Nasional yaitu bahasa Indonesia. Tetapi, ketika kebijakan politik menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, maka keberadaan bahasa Inggris akan menjadi bahasa sehari-hari masyarakat. Selama ini, bahasa Inggris dijadikan sebagai bahasa kedua hanya oleh Negara-negara bekas jajahan Inggris. Sementara itu, Negara yang bukan eks jajahan Inggris menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa asing, yang diajarkan di sekolah-sekolah dan tidak dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan Bahasa Inggris laksana “hantu” yang sulit sekali untuk dikuasai.
Proses pembelajaran bahasa Inggris yang salah dengan lebih banyak berteori bahasa, grammer, dan kurang praktis berinteraksi dengan menggunakan bahasa Inggris, menjadikan para lulusan SMA menjadi pasif dalam hal penguasan bahasa Inggris. Sehingga muncul istilah penguasaan bahasa Inggris pasif dan aktif. Mereka yang mempunyai TOEFL 500 belum tentu dapat berbicara bahasa Inggris dengan lancar. Sebaliknya, ada juga mereka yang lancar menggunakan bahasa Inggris tetapi bila di-tes TOEFL nilainya rendah. Semuanyanya terjadi karena berlatar belakang proses pendidikan bahasa yang kurang tepat.
Selain penguasaan bahasa, pada era MEA, karakter masyarakat Indonesia yang kurang disiplin, kurang menghargai waktu, kurang berani bersaing, dan karakter lain yang melemahkan sudah saatnya untuk dihilangkan, dan berganti haluan menjadi diri pribadi yang disiplin, sangat menghargai waktu, siap bersaing dengan siapa pun. Sifat disiplin dapat dibangun melalui berbagai upaya membiasakan diri untuk disiplin terhadap aturan yang berlaku, disiplin melaksanakan tugas dan kewajiban, selalu berusaha menepati janji, dan selalu
Penghargaan terhadap waktu dapat dibangun melalui upaya selalu datang tepat waktu, selalu berusaha memenuhi janji, selalu memanfaatkan waktu yang ada untuk membaca, menulis atau melaksanakan hal-hal yang bermanfaat, berusaha memanfaatkan waktu luang untuk hal-hal yang produktif,
Keberanian bersaing dapat dibangun dengan selalu belajar dan mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi pengembangan kapasitas diri, selalu meng up-date seluruh kompetensi yang dimiliki, berusaha untuk tidak gagap terhadap perkembangan teknologi yang terjadi, selalu berusaha melalkukan inovasi dalam berbagai hal, berani melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan orang lain, berani menghadapi resiko, berani mencoba melakukan yang sulit dilakukan oleh orang lain, dan keberanian lain yang semuanya menggunakan pendekatakan rasional bukan sentimental.
Karakter positif dapat dibangun dengan upaya selalu mengembangkan soft skill yang dimiliki, tidak mudah menyerah, selalu berusaha melihat masa depan dengan penuh harapan, selalu belajar beradaptasi dengan lingkungan baru, berusaha belajar kepemimpinan yang baik, belajar berkomunikasi dengan baik, selalu berusaha memotivasi diri untuk terus berkembang, mengembangkan watak dan tabiat yang baik.
Semoga saja, mutu pendidikan yang selama ini terus ditingkatkan dan berbagai pembenahan terus dilakukan, akan mampu menghadapi MEA dengan penuh kesiapan dan keyakinan.
Share This Post To :
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :
- Seni Kepemimpinan
- TRANSISI KEPEMIMPINAN DALAM TRADISI MASYARAKAT SUNDA
- EFEK DISTRAKSI HANDPHONE MENGANCAM PENGGUNA: Bahaya Ketergantungan pada Smartphone
- Mendidik Hati dengan Hati
- TIPS MENUMBUHKAN SEMANGAT BELAJAR PADA ANAK
Kembali ke Atas